Rasulullah saw. bersabda, sebagaimana dituturkan oleh Abdullah bin Umar ra., “Shalat berjamaah itu lebih baik dua puluh tujuh kali dibandingkan dengan shalat sendirian.
(HR al-Bukhari, Muslim at-Tirmidzi dan an-Nasa’i).
Rasul saw. juga pernah bersabda, “…Tiadalah seseorang berwudhu dengan sempurna, lalu pergi ke salah satu masjid (untuk shalat berjamaah), melainkan bagi setiap ayunan langkahnya Allah Swt. mencatat satu kebaikan, mengangkatnya satu derajat dan menghapus darinya satu keburukan…Sungguh tidak ada seorang pun yang menunda-nunda shalat (dengan shalat di rumah) kecuali orang yang benar-benar munafik…
(HR Muslim, Abu Dawud, an-Nasa’i dan Ibn Majah).
Dalam hadis lain, Rasulullah saw. juga bersabda, “Seseorang yang senantiasa melaksanakan shalat berjamaah di masjid selama empat puluh hari tanpa tertinggal takbir yang pertama (bersama imam) akan mendapatkan dua jaminan: diselamatkan dari azab neraka dan dibebaskan dari sifat-sifat munafik.
(HR at-Tirmidzi).
Banyak hadis yang menjelaskan tentang keutamaan shalat berjamaah di masjid bagi seorang Muslim. Namun demikian, tiga hadis ini saja cukup untuk menggambarkan betapa istimewanya shalat berjamaah di masjid. Tidak aneh jika Rasulullah saw. sendiri, juga para Sahabat dan generasi shalafush-shalih senantiasa sungguh-sungguh menjaga shalat berjamaah, persis sebagaimana mereka menjaga ibadah-ibadah sunnah yang lain seperti membaca al-Quran, shaum sunnah, bersedekah dll.
Baginda Rasul saw., misalnya, tidak pernah meninggalkan shalat berjamaah di masjid. Bahkan ketika hampir wafat, dan sebelumnya beberapa kali pingsan, beliau tetap berupaya pergi ke masjid. Itu pun setelah beliau beberapa kali mencoba mengambil air wudhu dan gagal. Saat beliau berhasil berwudhu, beliau segera memaksakan diri pergi ke masjid, dengan dipapah oleh Abbas ra. dan salah seorang Sahabat yang lain. Saat itu beliau sudah tidak kuat berdiri tegak untuk shalat. Atas permintaan beliau, Abu Bakar ra. kemudian menjadi imamnya. (HR al-Bukhari dan Muslim).
*****
Pembaca yang budiman, seorang Muslim, apalagi pengemban dakwah, sudah seharusnya sangat tertarik dengan keistimewaan dan keutamaan shalat berjamaah ini. Bahkan seandainya kita selalu mengejar pahala dalam beribadah, tentu ibadah salat berjamaah tidak mungkin kita tinggalkan, kecuali jika ada uzur. Mengapa? Sebab, sering demi keuntungan duniawi saja, kita begitu sungguh-sungguh meraihnya, maka begitu pula seharusnya saat kita mendambakan ’keuntungan’ di akhirat berupa pahala dan dijauhkannya kita dari azab neraka. Bahkan kesungguhan dalam meraih keuntungan akhirat seharusnya lebih besar lagi. Sebabnya, keuntungan akhirat adalah abadi dan tak ternilai, sementara keuntungan duniawi, betapapun besarnya, pasti terukur dan tidak kekal. Itulah yang dipahami oleh Rasulullah saw., para Sahabat dan generasi shalafush-shalih setelah mereka.
Ada sebuah kisah yang menakjubkan, selain kisah Rasul saw. yang mengharukan di atas. Seorang ulama salih terkenal, Muhammad bin Samma’ah, salah seorang murid Imam Abu Yusuf, adalah di antara generasi salaf yang begitu menjaga shalat berjamaah. Bahkan dalam usia yang amat lanjut menjelang wafatnya (beliau wafat dalam usia 103 tahun), beliau masih sanggup menunaikan shalat sunnah puluhan rakaat setiap hari. Beliau pernah berkata, “Selama 40 tahun saya tidak pernah ketinggalan takbir yang pertama bersama imam dalam shalat berjamaah. Hanya sekali saya ketinggalan mengikuti takbir yang pertama, yaitu saat ibu saya wafat, karena saya sibuk mengurus jenazah beliau.” (Al-Kandahlawi, Fadhâ’il al-A’mâl, hlm. 47)
Beliau adalah salah satu generasi salaf yang begitu memahami, bahwa ketika seseorang ketinggalan shalat berjamaah, hingga terpaksa harus shalat sendirian, maka keutamaan shalat berjamaah tak akan pernah bisa tergantikan meski dengan mengulangi shalat sendirian itu sebanyak 27 kali. Pasalnya, di dalam shalat berjamaah, sebagaimana disebutkan dalam beberapa hadis, para malaikat ikut meng-’amin’-kan setiap kali surah al-Fatihah selesai dibaca, juga saat doa dipanjatkan setelah usai shalat. Doa para malaikat tentu akan dikabulkan oleh Allah Swt. Salah satunya, adalah diampuninya dosa-dosa yang telah lalu. Itulah di antara keberkahan yang hanya akan diperoleh oleh orang-orang yang senantiasa menunaikan shalat berjamaah.
*****
Shalat berjamaah memang sunnah, namun termasuk sunnah yang sangat utama. Karena itu, meski sunnah, Nabi saw. sangat keras menganjurkannya, sekaligus mencela mereka yang tidak mau menunaikannya. Rasulullah saw., misalnya, bersabda, “Siapa saja yag mendengar seruan azan (di masjid), tetapi tidak memenuhinya tanpa suatu uzur pun, maka shalat yang dikerjakannya (di rumah) tidak akan diterima.” Para Sahabat bertanya, “Apa uzurnya?” Jawab beliau, “Ketakutan dan sakit.
Nabi saw. juga bersabda, “Kebatilan di atas kebatilan, kekufuran di atas kekufuran, yaitu orang yang mendengar panggilan muazin untuk mendirikan shalat, namun ia tidak memenuhinya.
Nabi saw. pun, sebagaimana dituturkan Abu Hurairah ra., bahkan pernah bersabda, “Sungguh saya ingin memerintahkan para pemuda untuk mengumpulkan kayu bakar yang banyak, kemudian akan saya datangi orang-orang yang shalat di rumahnya tanpa uzur, dan akan saya bakar rumah-rumah mereka.
Dengan beberapa hadis yang bernada ’keras’ di atas, wajarlah jika sebagian Sahabat dan generasi salaf memandang shalat berjamaah di masjid wajib bagi mereka yang kebetulan tinggal di rumahnya, dan meninggalkannya adalah haram. Imam Hanafi, misalnya, berpendapat bahwa orang yang shalat sendirian di rumah, dan tidak berjamaah di masjid, maka meski shalatnya sah, ia tetap berdosa.
Walhasil, marilah kita senantiasa berusaha sungguh-sungguh menunaikan shalat berjamaah, di tengah kesibukan dan kelelahan kita menunaikan setiap amanah dan tugas dakwah.
Wa mâ tawfîqî illâ billâh.
0 komentar:
Posting Komentar